Gedung Baru DPR Jalan Terus
Kalau Ibu Kota Pindah, Dijadikan Museum Parlemen




JAKARTA -- Peninjauan ulang terhadap rencana pembangunan gedung baru DPR ternyata tidak berujung pembatalan. Ketua DPR Marzuki Alie menjelaskan, pembangunan gedung baru yang dinamai Menara Nusantara itu akan tetap berlanjut. "Karena itu sudah sesuai dengan renstra (rencana strategis), sebagian besar menyatakan perlu," kata Marzuki di gedung parlemen, Jakarta, kemarin (16/9).

Menurut dia, tidak ada alasan untuk menghentikan rencana pembangunan gedung baru tersebut. Peninjauan kembali hanya untuk evaluasi atas kritikan publik. Yakni, seberapa jauh anggaran Rp 1,6 triliun itu bisa dihemat. "Kalau memang kemahalan, itu yang nanti kita bicarakan dengan konsultan teknis," ungkapnya.

Dalam desain yang sudah beredar, gedung tersebut akan dibangun dengan 36 lantai. Setiap anggota DPR nanti menempati ruang seluas 120 meter persegi. Evaluasi itu, kata Marzuki, tidak akan memengaruhi desain dan luas gedung yang telah ditetapkan tersebut. Sebab, pembangunan gedung itu merupakan (program) jangka panjang. DPR periode selanjutnyalah yang akan menikmati Menara Nusantara tersebut. "Anggota DPR kan terus bertambah. Nah, ini untuk puluhan tahun ke depan," jelasnya.

Soal tuntutan masyarakat agar desain gedung DPR disayembarakan, sangat mungkin hal itu tak akan terealisasi. Menurut Marzuki, desain gedung baru DPR itu hasil karya DPR periode 2004"2009. Sulit melakukan redesain karena membutuhkan biaya tambahan. "Konsultannya sudah dibayar untuk pembuatan grand design," bebernya.

Dia menambahkan, jika kenyataannya nanti wacana pemindahan ibu kota terealisasi, gedung baru nanti pun tidak akan sia-sia. Gedung tersebut bisa dijadikan museum parlemen. "Jangan kita menunda sesuatu yang harus kita lakukan hanya karena menunggu pemikiran masa depan," tuturnya. Dalam waktu dekat, rencana pembangunan gedung baru itu disosialisasikan kembali. "Kami akan panggil para anggota fraksi untuk membahas hal ini," tandasnya.

Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti kecewa terhadap perkembangan tersebut. Menurut dia, protes masyarakat sudah diabaikan. Pernyataan ketua DPR itu mengesankan semua proyek atau agenda yang sudah dijadwalkan di parlemen sebagai rencana strategis (renstra) tidak bisa dihentikan. "Seolah-olah kalau DPR sudah memutuskan, semua tidak boleh dibatalkan," kritik Ray.

Dia mengingatkan, DPR merupakan lembaga publik. Karena itu, protes publik terhadap segala keputusan DPR seharusnya lebih diprioritaskan untuk mendapat perhatian daripada alasan-asalan legal formal yang dibuat parlemen sendiri."Mestinya tidak boleh ada pernyataan seperti itu (dari ketua DPR, Red). Sebab, itu berarti DPR ini bukan wilayah yang bisa diutak-atik publik," tegasnya. Dengan nada menyindir, Ray menyebut Marzuki Alie sangat tidak paham terhadap konsep protes publik.

"Setiap keputusan publik seharusnya dibatalkan kalau ada gugatan keras dari publik. Ini logikanya sudah terbolak-balik," kata Ray. Apalagi, proses pembuatan kebijakan pembangunan gedung baru DPR tersebut tidak melalui konsultasi publik yang cukup masif.

Ray mengatakan, substansi peninjauan ulang hanya mengevaluasi nominal bujet pembangunan gedung baru. "Padahal, publik meminta kalau tidak bisa sampai berhenti, ya ditunda dulu," ujarnya.

Dia mengingatkan, masih ada perdebatan faktual yang belum selesai. Misalnya, menyangkut kepastian apakah ibu kota negara masih tetap di Jakarta atau dipindah ke luar Pulau Jawa. Ray kembali mengkritik tajam pernyataan Marzuki yang menyebut kalau ibu kota dipindah, gedung baru DPR bisa dijadikan museum parlemen.

"Seenaknya saja bicara begitu. Bayangkan, Rp 1,6 triliun hanya menjadi museum parlemen. Ini cenderung melecehkan akal sehat publik. Mengapa tidak sekalian saja bilang jadi tempat pembuangan sampah," sentil Ray dengan nada tinggi.

Selain itu, lanjutnya, soal kapasitas dan fasilitas gedung yang ada sekarang juga belum tuntas dibahas. "Seberapa jauh sebenarnya kebutuhan untuk membangun gedung baru," katanya. Sementara itu, dalam waktu yang hampir bersamaan, DPR juga mengusulkan kebutuhan lain yang berpotensi menyedot anggaran besar negara. "Mulai penambahan staf ahli, pengadaan rumah aspirasi, sampai studi banding. Tolong jangan sembrono menggunakan uang negara," tutur Ray

jpnn.com